Sabtu, 11 Desember 2010

Naskah Drama

Lakon
LAKBOK
Karya Aoh K. Hadimaja


Para Pelaku:
Koswara : Arsitek Pengairan
Rini : Istri Koswara
Siti Zahra : Inspektur Sosial, mantan kekasih Koswara
Karnadi : Petugas Pengairan, Mantan Kekasih Karnadi
Sulaiman Rasid : Mantri Kepala Pengairan (Koruptor)
Wiranta : Ketua Golongan Kedaulatan Islam, umur 28 tahun

Latar Waktu : Sebelum agresi Militer II
Latar Tempat : Kantor Koswara dan Lakbok



































BABAK I

Pagi
(Di kantor Kepala Jawatan Pengairan (kamar depan rumah Koswara). Sudut kiri meja gambar, sebelah kanan meja tulis serta kursinya. Telepon. Di tengah, tiga buah kursi dan mejanya tempat menerima tamu. Di sebelah belakang pintu tamu ke rumah koswara, sebelah kiri ke serambi muka, sebelah kanan pintu ke pavilion yang dijadikan kantor pegawai. Pada dinding peta rawa Lakbok. Karnadi sedang asyik memeriksa gambar.

ADEGAN I

RINI (masuk, agak kaku melihat Karnadi)
Saya kira…. Suamiku. Maaf Karnadi! (membungkuk hendak keluar lagi)

KARNADI
Rini…eh, nyonya Karnadi!

RINI
Belum lama suamiku masuk ke sini.

KARNADI
Baru saja ia keluar, diminta hadir dalam rapat distrik. (maju selangkah) Rini, hamper tiap hari kita bertemu, tapi engkau selalu mengelak.

RINI
Telah beberapa kali kuminta, supaya engkau dating ke rumahku membawa istri

KARNADI (pedih)
Janganlah ia disebut-sebut lagi. Kau mengerti, aku ingin berbicara dengan engkau sendiri

RINI (lemah)
Aku bersuami, engkaupun telah beristri

KARNADI
Beristrikan yang jauh dari idamanku

RINI
Salahku?

KARNADI
Engkau telah meninggalkan aku dan aku jemu mencari teman hidup. Aku picingkan mata, aku pekakan telinga karena sifat istriku sudah kutahu sebelum kami kawin

RINI(termenung)
Amat saying, kau pilih tidak didorong cita-cita. Kutolak permintaanmu dahulu, tapi kuharap engkau tetap baik padaku. Engkau seorang yang berbudi.

KARNADI
Tak perlu pujian itu

RINI
Karena sikapku tak berubah padamu, maka kuharap istrimu menjadi temanku pula. Di sini kami orang baru, tak seorang pun yang bisa menjadi tempat curahan beban penghidupan.

KARNADI (mengejek)
Hanya karena kesulitan-kesulitanmu, bukan karena ia istriku, maka engkau ingin berkenalan. Bukan berolok-olok Rini, kalau aku yang mengucapkan demikian, mudah orang mengerti. Tetapi engkau! Bukankah engkau berbahagia dengan suamimu!?

RINI
Berbahagia? Entahlah. Penghidupan rumah tangga jauh dari yang kukira, mungkin kalau ada yang bisa kuajak berbicara, agaknya tak sesulit ini. Aku khawatir suamiku menjadi lemah. Kalau dia setiap hari diganggu oleh kekurangan-kekurangan dalam rumah tangga.

KARNADI
Demikian besar kesanggupanmu, berani memecahkan kesulitan-kesulitan itu sendiri.

RINI
Banyak yang jatuh menjadi korban korupsi, karena tanggungannya amat menekan.

Karnadi
Kalau engkau rela, pikulan itu mungkin menjadi ringan pula.

RINI (menarik napas)
Bertambah kubiarkan suamiku dalam pekerjaannya, bertambah jauh ia dariku rasanya. Tak ada yang penting baginya lagi, hanya rawa. Rawa ini, rawa itu, rawa yang hendak dikeringkannya. Ia ditelan mentah-mentah oleh rawa itu. di Jakarta aku banyak teman, banyak hiburan. Kalau dia pergi beberapa hari sekalipun, tidak amat terasa, tetapi di Banjar ini! Apakah bagimu begitu juga, karnadi, hiudp hanya untuk bekerja belaka?

KARNADI
Aku tak ada kepuasan dalam rumah tangga

RINI
Maksudmu suamiku demikian juga?

KARNADI
Kuharap tidak. Bukankah engaku didapatkannya karena dorongan cita-cita? Rumah tangga bagiku sebuah neraka. Bagaikan emnyongsong hari, kulangkahkan kakiku ke kantor. Sebaliknya serasa dunia menjadi sempit, bila tiba saatnya kantor ditutup.

RINI
Sekelam itukah penghidupanmu Karnadi?

KARNADI
Lebih dari apa yang dapat kugambarkan. Karena itu tak ada pekerjaan yang terlampau sulit bagiku. Pun suamimu seorang yang memberikan semarak kepada pekerjaan. Jawatan pengairan kita ditinggalkan melempem oleh tuan Suwarna, pemimpin kita dulu. Suamimu adalah penjelmaan almarhum Wiratanuningrat yang membuka Lakbok pertama kali. Kalau almarhum berhantam dengan demit dan hantu yang menguasai rawa itu, maka suamimu adalah hantu bagi orang-orang yang merugikan Lakbok dengan bertopeng pemimpin rakyat dan buruh.

Aku benci pada orang-orang itu, maka akupun memberikan tenaga tak tanggung-tanggung kepada suamimu. Lagipula suamimu yang emncintai pekerjaannya, gemar dengan percobaan-percobaan. Dengarkanlah kalau ia sedang membentangkan pendapatnya membuat tanggul secara baru di atas tanah yang goyah itu! matanya bersinar, airmukanya berseri, karena perkataan itu saja. Lakbok.

RINI
Girang kudengar engkau suka bekerja bersama suamiku. Suamiku acap menceritakan engkau seorang yang rajin. Tapi baru aku tahu kerajinan dan kerianganmu bekerja itu timbul dari mata air yang berdarah.

KARNADI
Sekalipun pekerjaan itu tidak menyenangkanku. Rini, aku berbahagia juga setiap hari dalam lingkungan gedung ini. Di balik dinding yang membatasi ruang pekerjaanku. Kutahu ada seseorang yang kupuja…. Dari dulu, sekarang dan di kemudian hari.

RINI (terharu)
Baik perasaan liarmu itu dialihkan ke dalam saluran yang bisa menyuburkan jiwa yang maish kering Karnadi.

KARNADI
Perasaan yang suci, Rini.

RINI
Tak ada gunanya direntang panjangkan perkataan itu, Karnadi. Sebab, maaf, engkau kawanku, dia….suamiku!

KARNADI
Sekalipun suami yang tak tahu menghargaimu!?

RINI
Karnadi!

KARNADI
Rini!

RINI
Tak kusangka engkau serendah itu, menjatuhkan lawab secara kasar! Terima kasih!
(cepat keluar)

KARNADI (Lemah bersandar ke kursi. Telepon bordering dua kali tak terdengar. Ketiga kalinya ia bangkit dan mengangkatnya)
Halo, halo, tuan Koswara? Ya, saya sendiri Karnadi, Inspektur Sosial? Sejam lagi dengan kereta api dari Kroya. Akan tuan jemput sendiri? Baik, tuan. Mantra-mantri? Sudah saya panggil, supaya berkumpul hari ini. Tidak ada apa-apa. Baik tuan.


ADEGAN II

Karnadi termenung. Dengan tidak mengetuk pintu terlebih dahulu, Sulaiman Rasyid masuk tergopoh-gopoh membantingkan tas kulit di atas meja tamu.

KARNADI (terperanjat)
Ada apa tuan Sulaiman Rasid?

SULAIMAN RASID
Mudah saja memanggil-manggil orang jauh di pantai. Seperti dalam jaman normal saja. Tuan-tuan tidak ada sebulan sekali saya datang di tempat kami, karena berkeluh juga sulit kendaraan.

KARNADI
Tidak banyak tuan dipanggil ke sini. Kini pun hanya ada pemeriksaan dari Departemen Sosial. Kami tidak tahu alas an sebenarnya, maka kami diperiksa departemen itu. mungkin hal biasa saja, mungkin juga mereka ingin mengetahui soal buruh dan jaminannya.

SULAIMAN RASID
Hahaha! Jaminan buruh! Tepat sekali Departemen Sosial mengirimkan wakilnya. Jangankan buruh kecil, buruh yang mempunyai tanggung jawab seperti saya sekalipun, apakah jaminannya?

KARNADI
Salah tuan sendiri. Telah enam bulan tuan diminta mengirimkan riwayat hidup. Hingga kini riwayat tuan itu belum juga kami terima.

SULAIMAN RASID
Riwayat hidup? Aku benci sekali pada riwayat itu. karena riwayat itu aku mantra-mantri saja, sampai tua Bangka aku hanya mantra saja; sekalipun mantra kepala! Bukankah kami diukur tuan-tuan karena didikan? Ya tuan, dimana ada perubahan kalau kemajuan disandarkan pada didikan belaka yang bukan kemauan kami pula yang hanya keluaran sekolah setalen itu!? padahal pengalaman kami tidak kalah oleh opseter-opseter yang lepas sekolah teknik.

KARNADI
Bukan kehendak saya gaji dan angkatan tuan ditetapkan menurut di pendidikan. Tapi, meskipun begitu, seorang mantra dapat juga menjadi opseter kan?

SULAIMAN RASID
Ya! Atas usul yang menjadi kepala! Dan bila yang menjadi kepala itu tidak cocok dengan yang di bawahnya? Mudah saja tuan berteori. Dimana letak penghargaan pemerintah terhadap kami, buruh yang telah berjuang sejak revolusi pecah?

KARNADI
Penghargaan pemerintah tak diucapkan kepada seorang-seorang. Terlalu banyak yang berjasa, tapi Sulaiman Rasid, meskipun telah banyak berjasa. Pemerintah tidak segan-segan menghukum orang-orang itu pula, bila ternyata mereka itu menyimpang dan membahayakan pemerintah.

SULAIMAN RASID
Apa hubungan ucapan tuan itu dengan keterangan saya?

KARNADI
Supaya disampaikan pada orang-orang yang berkepentingan alias teman-teman tuan.

SULAIMAN RASID
Tuan Karnadi!

KARNADI
Keterangan-keterangan yang sampai pada kami memberatkan tuan.

SULAIMAN RASID
Saya berjuang untuk buruh dan rakyat.

KARNADI
Saya muak mendengarnya. Janganlah dipakai perkataan yang muluk itu.

SULAIMAN RASID
Saya komisaris besar ‘Serikat Buruh Pengairan’ yang disahkan dengan angkatan oleh pengurus besar sendiri.

KARNADI
Dan saya anggota biasa yang diketahui tuan. Dapatkah saya keterangan dari tuan, apakah sebabnya usul saya ditolak? Sebelum tuan-tuan berangkat ke jogja untuk menghadiri kongres itu, saya usulkan baiknya tuan-tuan tidak jadi berangkat, kalau tuan-tuan tidak mempunyai pre advise yang dapat diperdengarkan ke seluruh Indonesia.

SULAIMAN RASID
Kami hanya mendengarkan usul rapat anggota.

KARNADI
Tetapi rapat anggota tidak ada, ketika tuan-tuan hendak berangkat.

SULAIMAN RASID
Karena waktu mendesak.

KARNADI
Jadi usul seorang anggota dalam hal ini tidak berlaku?

SULAIMAN RASID
Tak ada aturan yang menyatakan demikian

KARNADI
Ha…ha..ha..! siapakah yang birokratis, kamikah yang selalu diejek tuan? Akan tetapi tuan Sulaiman Rasid, pengurus besar di jogja baik juga sekali-kali mendapat keterangan yang luas dari tuan sebagai komisaris besar.

SULAIMAN RASID
Saya tidak perlu perintah tuan.

KARNADI
Saya hanya menganjurkan, sebab dengan pengaruh tuan, suasana bisa menjadi kernih kembali.

SULAIMAN RASID
Apakah berhubungan juga dengan utusan Departemen Sosial?

KARNADI
Tidak mustahil. Bagaimana pun juga kami mendapat tuduhan dari pengurus besar ‘Serikat Buruh Pengairan’ yang tembusannya dikirimkan ke Departemen Sosial. Tuan tahu, jawatan pengairan memiliki beberapa kapal Bargas. Dan di antaranya ditukarkan dengan lawon kepada tentara. Lawon itu kemudian ditukarkan dengan padi kepada rakyat. Karena itu persediaan kita agak cukup untuk bibit, maupun untuk menunjang buruh sekedarnya. Akan tetapi selain daripada lawon itu kita pun menerima lawon India dari Departemen Sosial.

SULAIMAN RASID
Apakah yang menjadi tuduhan pengurus besar?

KARNADI
Saya kira tuan lebih tahu. Kami telah dicap mencatutkan lawon India tersebut.

(diam terdengar suara mobil)

Tuan Arsitek! (Dua-duanya keluar)

ADEGAN III

Di luar ramai orang berkenalan. Maka masuklah berturut-turut; Siti Zahra, koswara, Karnadi dan Sulaiman Rasid

KOSWARA
Tuan Karnadi, tolong beritahukan pada istri saya, nona Inspektur Sosial baru tiba.

(Karnadi pergi. Tamu-tamu dipersilahkan duduk oleh Koswara. Karnadi muncul kembali)

ADEGAN IV

RINI (masuk)
Nona….(kaget)

SITI ZAHRA (tersenyum mendapatkan Rini)
Saya… Siti Zahra, kita pernah bertemu dulu. Apa kabar nyonya?

RINI
Saya kira bukan nona yang datang.

SITI ZAHRA
Saya baru tiba dari banten dan disuruh ke sini. Mula-mula saya tolak; karena semua bepergian, saya terima juga. Pemeriksaan di sini bagi Departemen Sosial sangat penting.

KOSWARA (Kepada Karnadi)
Tuduhan lawon yang ditukarkan dengan padi.

KARNADI
Bukankah itu yang saya sangka juga, tuan Sulaiman Rasid?

RINI
Baiklah, nanti pekerjaan itu yang dipersoalkan. Makan dan minumlah dulu, nona. Sudah disediakan.

SITI ZAHRA
Terima kasih. Saya sudah makan di kereta api. Hanya saya agak penat. Semalam di Cirebon, tadi pagi diteruskan dari Kroya ke sini. (tersenyum) kalau ada kopi, nyonya?

RINI
Mari di dalam

SITI ZAHRA
Ingin saya ajukan beberapa pertanyaa dulu kepada tuan-tuan (kepada Koswara) berapa mantri yang bekerja di daerah?

KOSWARA
Tujuh orang. (kepada Karnadi) berkumpul semua?

KARNADI
Baru tiga orang. Tuan Sulaiman Rasid yang hadir di sini, dua orang sudah tiba, empat orang lagi akan sampai dengan kereta api penghabisan nanti sore.

KOSWARA
Kami kira nona akan tiba besaok. Kawat baru kami terima kemarin sore.

SITI ZAHRA
Ya, saya mengerti. Tidak mengapa. Saya bisa istirahat, kita berapat nanti sore jam empat, bisa?

KOSWARA
Tentu!


ADEGAN V

Rini masuk membawa beberapa mangkok kopi dan mempersilahkan hadiri minum. Sebuah paku jatuh dari sanggul Rini di depan Siti Zahra .

SITI ZAHRA (memungut paku)
Punya nyonya?

RINI (malu-malu)
Ya, saya punya…. Nasihat orang-orang tua di sini supaya saya pakai paku di dalam sanggul.

SITI ZAHRA
Sedang mengandung.

Ah… (hening sejenak) saya ingin melihat daerah yang paling miskin, selain daripada menyelidiki lawon itu.

SULAIMAN RASID
Daerah saya, Nona.

SITI ZAHRA
Baik, besok kita pergi?

RINI
Amat jauh, nona.

SITI ZAHRA
Berapa jauh?

SULAIMAN RASID
Perjalanan satu hari.

SITI ZAHRA
Pulang pergi dua hari. Di sana sehari, menjadi tiga hari dua malam. Perjalanan biasa
(tersenyum)

RINI
Tidak capek?

SITI ZAHRA
Orang di departemen menunggu laporan saya secepat mungkin. Mereka khawatir lawon lawon yang ditukarkan itu lawon dari India.

(kecuali Sulaiman Rasid yang mendnegarkan itu dengan menarik napas)

KARNADI
Itu saja? Karena tuduhan yang bukan-bukan, segenap jawatan tegang urat sarafnya. Lain dari itu, nona sengaja harus dating ke sini. Laporan-laporan harus dibuat dan tentu pula beberapa instansi lain harus dikunjungi untuk kebenaran penyelidikan. Bukankah itu semua memakan waktu dan ongkos, tuan Sulaiman Rasid?

SULAIMAN RASID
Apakah saya yang bertanggung jawab?

KARNADI
Tuan komisaris besar!

SITI ZAHRA
Saya tidak dapat memberikan advise. Saya hanya melihat, mendengar dan meneliti benar tidaknya yang menajdi tuduhan. Pendapat saya sendiri tentu ada. Pemerintah menghargai partai-partai buruh, supaya kuat. Pun kita sendiri bersimpati dan ingin menyokong gerakan buruh di Bogor yang dengan serentak meletakan jabatannya. Karena PRP.

SULAIMAN RASID
Nona tahu betapa penderitaan buruh di Bogor itu?

SITI ZAHRA
Itulah sebabnya penghargaan saya sangat besar. Akan tetapi meskipun demikian baiklah para buruh itu semuanya sadar, bahwa tuntutan-tuntutan hanya berhasil dalam Negara yang telah selesai memperjuangkan hak politik kemerdekaannya. Baiklah kita berterus terang, pemerintah kita miskin. Walaupun demikian kita ingin maju, ingin menyelenggarakan beragam aturan yang melindungi buruh.

SULAIMAN RASID
Pendirian nona itu niscaya mempengaruhi laporan dan sifatnya tidak objektif.

SITI ZAHRA
Tembusan laporan selalu dikirimkan kepada yang bersangkutan. Saya bukan mata-mata tuan Sulaiman Rasid! (tertawa)

SULAIMAN RASID
Terima kasih nona. Semua penderitaan buruh dan rakyat saya terangkan di tempat saya, agar dapat saya menunjukan bukti-bukti.

SITI ZAHRA
Kita erapat nanti sore, tuan-tuan dapat bicarakan juga. Jam empat bukan tuan Koswara?

KOSWARA
Betul nona, Rini, nona siti Zahra mungkin hendak melepas lelah.

SITI ZAHRA
Maaf, nyonya. Saya bermalam di paman saya, tuan Nur Arifin. Saudagar di sini.

RINI
Sudah diselesaikan.

SITI ZAHRA
Sudah saya kirim kabar lebih dulu pada mereka. Terima kasih. Baik, saya pergi sekarang. (berdiri)

KOSWARA
Tuan Karnadi, tolong antarkan nona inspektur.

(Siti Zahra meminta diri, diiringkan oleh Karnadi, Sulaiman Rasid pun permisi)

RINI
Pantas kau jemput sendiri, Koswara.

KOSWARA
Siapa? Nona Siti Zahra?

RINI
Siapa lagi? Tamu-tamu dari ‘lalu lintas’ biasanya tidak kau jemput sendiri.

KOSWARA
Aku kebetulan harus lewat di stasiun waktu kereta api berhenti. Bila pun benar disengaja, apa salahnya?

RINI
Benar, apa salahnya menjemput kenangan lama, bukan?

KOSWARA
Rini, engkau curiga?

RINI
Masih ingatkah engkau kita berjalan-jalan di Jakarta dan tiba-tiba nona Siti Zahra di hadapan kita? Waktu itu aku diperkenalkan olehmu padanya, tetapi tingkah lakumu amat kaku benar. Tidakkah aku akan menjadi curiga!?.

KOSWARA
Boleh jadi engkau tertipu matamu sendiri.

RINI
Sikapmu di rumah pun bukan seperti yang mencintai istrinya.

KOSWARA
Tak ada yang tak kuberikan.

RINI
Apa yang telah kau berikan padaku? Telah dua tahun kita kawin, jangan pun bertambah, bahkan semakin susut baju dan hiasanku.

KOSWARA
Rini, engkau tahu, betapa ingin kubelikan engkau apa yang selayaknya diberikan oleh seorang suami pada istrinya.

RINI
Ya, apa yang selayaknya diberikan pada istrinya!

KOSWARA
Kau tahu Rini, tak ada seorang pun gajinya cukup untuk masa sekarang.

RINI
Tidak peduli aku cukup atau tidak cukup. Tapi aku ingin pula berpakaian seperti orang lain.

KOSWARA
Kalau begitu, baik kucari pekerjaan lain.

RINI
Koswara! Kau tahu aku bukan orang yang mengejar-ngejar benda!

KOSWARA
Apapula yang kau maksud?

RINI (jengkel sangat)
Belum pula kau mengerti Koswara… belum pula kau mengerti!?

KOSWARA
Semua usaha telah kujalankan, supaya mencukupi kebutuhanmu, Rini. Semua telah kuberikan buatmu. Menurut kekuatanku….

RINI
Semua….semua…kecuali…jiwamu!

KOSWARA
Beranikah kau menyatakan demikian?

RINI
Istrimu ialah Lakbok!!!

KOSWARA
Rini, engkau iri dengan pekerjaanku?

RINI
Betapa tidak!?

KOSWARA
Lelaki hiudp dalam pekerjaannya.

RINI
Riang dan gembira dalam pekerjaan, karena hati tak puas di rumah. Karnadi pun demikian bukan!?

KOSWARA
Karnadi!?

RINI
Ya, karnadi. Karnadimu! Engkau hanya tahu dia dalam pekerjaanmu. Di luar itu kau tak tahu penghidupan pegawaimu seorang. Tak tahu engkau pahit-pedih karnadi dalam rumah tangganya!?

KOSWARA
Darimana kau tahu?

RINI
Dari dia sendiri.

KOSWARA
Dari dia sendiri? Masih agak rapat juga rupanya hubunganmu dengan dia.

RINI
Hahaha…! Kini engkau mencurigaiku. Baik engkau tidak percaya padaku, Koswara. Aku pun ingin seseorang, tempat kucurahkan pahit pedih ditinggalkan suami!!

(mencemooh, keluar cepat, koswara tercenung)





ADEGAN VI

KARNADI (masuk)
Sudah saya antarkan tuan.

KOSWARA (melepaskan lelah)
Duduk tuan Karnadi

(Karnadi ragu, lalu duduk)

Apakah yang terjadi selama saya tidak ada tuan Karnadi?

KARNADI
Tidak ada apa-apa tuan.

KOSWARA
Amat menyesal saya soal prive ini saya harus bicarakan di kantor. Saya tahu diantara tuan dan istri saya dulu ada hubungan. Akan tetapi sebelum kami kawin, saya periksa dulu hubungan itu. di pihak istri saya ternyata hubungan itu hanya bercorak persahabatan belaka. Itulah sebabnya saya minta dia jadi istri saya.

KARNADI
Tuan hanya mencintai pekerjaan dan pengetahuan.

KOSWARA
Kalau saya hendak kasar, sekalipun demikian tuan tidak berhak mengganggu rumah tangga orang lain.

KARNADI
Maksud saya, tuan tidak akan mengerti mengapa hubungan batin saya dan istri tuan belum padat. Perasaan yang dulu amat mendalam. Selain amat suka kepada pekerjaan, saya pun seorang manusia yang punya perasaan. Tuan tidak akan mengerti….

KOSWARA (tersenyum)
Mau aku seorang yang mencintai pekerjaan saja seperti yang tuan ucapkan. Mungkin hatiku pun tidak terbagi….

KARNADI
Maksud tuan?

KOSWARA(berdiri, berjalan lalu termenung)
Aku seorang yang tidak percaya pada nasib. Langkahku juga banyak yang terpeleset di dalam hidupku. Lantaran aku kurang sabar… ah, apa perlu tuan tahu…. Nasib atau bukan nasib, tuan Karnadi, kita telah terseret di dalam arus dan tidak ada jalan lain dari bertahan sekuat tenaga, berkayuh seberapa dapat jangan sampai terbawa hanyut sama sekali

KARNADI
Mungkin kurang ke lelakian tuan Koswara, tetapi untuk bertahan lama di sini….


KOSWARA
Baiklah berpikir-pikir dahulu, tuan Karnadi. Kita bercerai, berarti Lakbok ambruk. Kita dipertemukan di sini dalam waktu fajar sejarah memerah. Kesempatan menimbulkan sesuatu yang agak berarti tidak banyak, baiklah kesempatan yang sedikit itu kita pegang dan pergunakan sebaik-baiknya.

(menghampiri Karnadi memegang bahunya)

Akan tetapi keras benar pun saya tak dapat menahan. Bila api membakar sekam. Gedung tujuan akan hangus juga. Saya mengerti tuan Karnadi… saya mengerti…. Saya pun seorang manusia.

BABAK II

Di tepi rawa tengah hari. Dari dalam saluran yang hanya nampak tanggulnya saja, terdengar suara riuh orang bekerja di sela bunyi belincong. Di depan agak ke kiri tampak sebuah gubug tempat orang memeriksa pekerja. Isinya amat sederhana dua buah bangku. Sebuah meja kecil dan kursinya. Dari dalam saluran itu naiklah Siti Zahra diikuti Koswara.

ADEGAN I

KOSWARA (di atas tanggul penuh nafsu)
Lihat Zahra, setengah kilometer lagi dan Ci Seel dihubungkan dengan citandu. Maka jumlah sawah akan bertambah 600 hektar!

SITI ZAHRA
Selesaikah pekerjaanmu di sini, jika saluran itu siap?

KOSWARA (tertawa)
Tidak, masih banyak rawa yang harus dikeringkan, 2000 hektar lagi mungkin. (sambil menunjuk) sampai langit bertemu air dan dibalik itu masih ditunggu tangan manusia mengayunkan cangkulnya… (Sebentar kemudian) panas di sini, mari duduk di gubug! (kepada yang bekerja di dalam saluran) katakan pada tuan Sulaiman Rasid, kami menunggu di atas!

(dari dalam saluran) Baik tuan!

(Koswara dan Siti Zahra turun dari tanggul menuju gubug)

2000 hektar Zahra. Berapa kwintal penghasilan republic bertambah dalam sekali panen! Mau aku lat-alat cukup, alat-alat serta manusia! Manusia hidup yang berdarah dan berdaging, bukan bangkai seperti yang kau lihat di sini. Ah…(geraham dikatupkan) dulu, ketika aku berumur 12 tahun aku dibawa pamanku melihat walahar digali. Beribu-ribu orang bekerja, takel, mesin-mesin berderu uang berhamburan. Kini, 20 tahun kemudian tak kusangka pekerjaan semacam itu dilanjutkan olehku…. Dalam keadaan yang menyedihkan. Sesungguhnya pekerjaan harus lebih cepat sekarang. Kemajuan teknik dalam lapang irigasi pun memudahkan pekerjaan. Tetapi seperti kau lihat hamper semua terbentuk di jalan ‘susah’ meskipun alam merdeka telah menimbulkan kegiatan bekerja yang tiada tara.


SITI ZAHRA
Aku takjub mendengar ucapanmu, Koswara. Tapi dibalik kekuatan yang memancar dari dadamu, aku tertawa pula. Cita-cita yang bersinar dalam pekerjaan itu menjadi suram di tengah rumah tanggamu. Di sini engkau bergembira, tahayul terberantas, di rumah tahayul itu bercengkram tak mungkin tumbang. Adakah tempatnya pada istrimu memakai paku di dalam sanggul karena mengandung?

KOSWARA (menarik napas)
Aku mengerti Zahra. Untuk menyimpan perdamaian kubiarkan istriku menurut nasihat orang itu.

SITI ZAHRA
Engkau belum menjadi orang Indonesia yang dicita-citakan 100% Koswara.

KOSWARA
Antara cita dan hidup masih ternganga jurang yang lebar. Aku belum 100%, aku pun tidak mengharap pujian.
Meski pun dalam istriku banyak cacat, istrikulah yang menghubungkan aku dengan tinjauan yang akan menjadi dasar. Seperti kau tahu dahulu otakku yang berkuasa, dengan otakku alam mesti tunduk dengan kemauanku; hutan belantara kuangkat, lautan yang buas kuturunkan. Sebagai seorang yang terpengaruh dan biasa berpikir secara barat, acap kuabaikan bermacam kegaiban yang banyak melingkupi istriku. Tapi bertambah banyak kurenungkan Zahra, tak mungkin kita orang Indonesia- terus menerus berpikir secara barat yang hanya mendasarkan rasio belaka.
Sejak perang dunia II dengan otaknya itu, Barat tak dapat mempertahankan sikap hidupnya dan kata orang mulailah Barat mengalihkan pandangannya ke Timur. Maka kesimpulanku, tidakkah kita terlebih dahulu mencari jalan di Timur ini, kalau kebenaran di timur itu ada? Pikiran-pikiran timur yang asli itu harus kita jelajah kembali. Orang Barat umpamanya terlampau banyak memikirkan hari kemudian di dunia ini. Penghidupannya telah menjadi suram, karena khawatir memikirkan hari esok. Kita gembira, hari kita hari sekarang dan besok timbul rezekinya sendiri. Mengapa tidak percaya pada dunia yang kaya raya ini? Itulah Timur, Zahra.

SITI ZAHRA
Uraianmu itu kuikuti seksama dalam majalah ‘Laras’

KOSWARA
Keselarasan itu yang kucari, yang semua kita cari, Zahra. Baik di Timur maupun di Barat sesudah perang dunia II itu. alangkah bahagianya manusia, kalau didapatkannya sebuah jalan dan dapat dipraktekannya dengan sungguh dalam hidupnya sehari-hari; dunia dan akhirat itu satu garis lurus dan oleh karenanya tiada terpisah dalam menempuh hidupnya.

SITI ZAHRA
Tidakkah engkau lebih baik menjadi kiayi, Koswara?

KOSWARA
Aku setuju dengan pendapat orang, bahwa yang memecahkan serba soal hidup abad 20 bukanlah agama, tetapi filsafat.


SITI ZAHRA
Entahlah. Belum sejauh itu pikiranku. Meski pun kubenarkan juga pahammu itu. bagaimana pun kuikuti uraianmu itu.

KOSWARA (tertawa)
Itu sudah cukup, kritikmu boleh mnyusul.

SITI ZAHRA
Tahukah apa yang banyak menarik perhatian orang pula?

KOSWARA
Ya?

SITI ZAHRA
Karangan-karanganmu dalam majalah pengairan, perihal menggali saluran di bawah permukaan laut. Pendapatmu itu dicoba Belanda di Borneo.

KOSWARA
Girang aku mendengarnya. Sebebnarnya pendapat itu bukan pendapatku asli. Waktu negeri Roma dikuasai Caesar, pendapat itu sudah umum di kalangan ahli. Aku hanya menambah dengan pengalamanku sendiri dan disesuaikan dengan keadaan tanah air kita. Aku tidak berkeberatan teoriku dicoba di Borneo. Borneo itu tanah iar kita juga bukan?
Borneo….(tersenyum) aku teringat Ir. Majid, di mana dia sekarang?

SITI ZAHRA
Di Bojonegara masih, menjadi kepala pekerjaan provinsi.

KOSWARA (menyindir)
Berunutng benar kau tinggal padanya dulu, pantas berhutang budi padanya.

SITI ZAHRA
Apa perlunya yang dahulu itu diungkit-ungkit?

KOSWARA
Jika tak ada dia, mungkin kau telah jadi pelanggar adat. Karena engkau dari Sumatera, bukankah katanya ‘Roboh dan tegak Minang karena adatnya’? yang mengherankanku, ia sendiri orang Kalimantan, tetapi beristrikan orang Padang Panjang

SITI ZAHRA
Bukan orang Padang Panjang sebenarnya. Ayahnya dari Medan.

KOSWARA
Meskipun demikian. Bukankah dia seorang terpelajar dan bukankah anggapan itu sudah tidak pada tempatnya?

SITI ZAHRA
Engkau benci padanya, karena cita-citamu tidak tercapai. Agak kecewa aku, di samping melihat caramu bekerja, jiwamu sekecil itu.


KOSWARA
Sebabnya?

SITI ZAHRA
Menurut orang-orang pandai, orang yang besar jiwanya itu tak tahu benci.

KOSWARA
Katakanlah begitu. tapi baik juga mungkin, aku tidak kawin dengan kau. Aku seorang lemah, terlalu banyak meminta kepadamu dan tak pernah member. Selama kita kenal aku terombang-ambing, sedang garismu tegas; tak dapat.

SITI ZAHRA
Engkau tidak selemah itu lagi.

KOSWARA
Aku pun telah ditempa hidup Zahra. Tapi pada waktu aku belum kawin, aku sangat lemah. Setelah aku minta pertimbanganmu. Betapa jadinya kalau kita kawin; kekuatan rohani pada perempuan? Itulah juga alasannya, maka aku kawin dengan Rini.

SITI ZAHRA
Dapatkah kau berikan yang diperlukannya itu?

KOSWARA
Tidak juga. Engkaulah yang bertahta di hatiku….

SITI ZAHRA (terharu)
Koswara…. Engkaupun tahu betapa berat perjuanganku, ketika aku diberitahukan olehmu, engkau akan kwain. Tetapi sebenarnya salahku juga, terlampau tunduk pada janjiku waktu meninggalkan keluarga.
Akulah yang meneruskan rumah gadang. Sekian tahun aku sekarang tinggal di jawa terhalang karena perhubungan…. Kalau tidak karena pekerjaan juga! Perhatianku habis memikirkan rakyat semata. Aku inspektur Sosial…. Tahukah betapa pedih aku mendapatkan keluh yang sama; buruh tergencet, manusia kurus kering, tak ada makan, obat, pakaian??

(Koswara menarik napas panjang)

ADEGAN II

SULAIMAN RASID (keluar tanggul, mengusap keringatnya)
Ah, terguling juga batu itu, tuan. Kalau kita cukup dinamit, sudah lama saluran itu beres.

KOSWARA
Kalau orang-orang yang bekerja tidak serusak itu pula.

SITI ZAHRA
Tidak aku sangka pekerjaan di sini sedemikian rusak.

KOSWARA
Nona minta diantar ke tempat yang paling miskin.

SITI ZAHRA
Meskipun demikian, bukankah Lakbok daerah padi?

KOSWARA
Tasikmalaya dan garut berpuluh ribu jumlah pengungsinya.

SITI ZAHRA
Tak ada daerah surplus bagian tuan untuk mencukupi daerah ini?

KOSWARA
Buruh kami dibayar uang.

SITI ZAHRA
Dan uang upah itu seperti biasa tidak cukup untuk membeli beras, mau tuan katakan?

SULAIMAN RASID
Ganjilnya masyarakat kita. Buruh yang mengeringkan rawa, akan tetapi sesudah rawa itu menjadi sawah, si kaya yang mengeruk untung. Buruh tinggal buruh, tinggal di gubug, makan tidak tetap.

SITI ZAHRA
Tidakkah buruh itu mempunyai kesempatan untuk membeli sawah dari rawa yang dikeringkannya itu?

KOSWARA
Kalau ada yang mempunyai sawah, pasti tidak akan bekerja di sini. Selama keadaan belum normal, kesempatan itu tidak mungkin ada. Uang upah seperti yang dikatakan tidak cukup untuk membeli beras sekali pun.

SITI ZAHRA (menarik napas)
Di semua lapangan selalu tertumbuk pada uang, uang sekali lagi pada uang! Tidak adakah cita-cita yang tidak tergantung pada uang?

SULAIMAN RASID
Amat sedih nona. Orang lebih baik pergi ke daerah Bandung. Di sana ada pembagian roti, rokok, yang sakit diobati pula. Di sini…? (tertawa mengejek)

SITI ZAHRA
Apakah usaha tuan?

SULAIMAN RASID
Usaha saya? Kalau jawatan sendiri kandas dalam usahanya, apa yang diharap dari saya.

KOSWARA
Kalau jawatan ada juga sedikit berusaha, tuan-tuan pemimpin pula yang beruntung.

SULAIMAN RASID
Kami, Tuan?


KOSWARA
Sudah saya terangkan pada nona inspektur, kain pembagian dari India belum dibagikan, karena buruh baru mendapat kain yang diterima dari tentara sebagai penukaran dengan Bargas. Hanya dalam daerah tuan buruh belum mendapat kain dari tentara itu!

SULAIMAN RASID (mukanya merah)
Kain yang diterima kami pasti menimbulkan percekcokan dalam daerah saya. Lawon yang diterima itu jauh dari mencukupi. Hal itu saya beritahukan pada tuan.

KOSWARA
Cukup atau tidak cukup, bukan hak tuan untuk menjual lawon itu di pasar. Sepantasnya pula tuan beritahukan dulu pada saya, jika hendak dijual. Tidak pada tempatnya tuan mencari untung di atas tubuh yang telanjang. Padahal tuan, Komisaris Besar Serikat Buruh Pengairan!

SULAIMAN RASID
Tuan arsitek! Saya tidak senang dengan tuduhan tuan itu! justru di hadapan noa inspektur buruh!

KOSWARA
Justru karena ada inspektur buruh! Atas undangan tuan sendiri, maka nona inspektur buruh dating ke sini.

SULAIMAN RASID
Itu tuduhan kedua! Nona inspektur, saya tidak senang, saya menyatakan protes atas tuduhan-tuduhan majikan saya. Saya tidak pernah merugikan, baik buruh atau jawatan. Nona boleh periksa buku-buku saya. Benar lawon itu dijual, tetapi uangnya saya masukan pula sebesar yang mesti dibayar kepada jawatan bila dijual kepada buruh.

KOSWARA
Tuan ini pintar atau bodoh! Tiap anak kecil pun tahu, harga pasar lebih tinggi daripada harga pembelian dari saya. Di mana ada yang menjual lawon R4 satu yard?

SULAIMAN RASID
Saya tidak tahu berapa harga pasar, saya bukan saudagar. Nona inspektur, bila saya ingin untung, telah lama saya menjadi kaya. Gudang-gudang di seluruh keresidenan saya turut merebutnya dari Jepang. Tak seujung rambut pun menajdi milik saya. Apakah ini penghargaannya, air susu dibalas air tuba?

KOSWARA
Saya tak ingin melanjutkan pembicaraan ini nona Zahra; perihal lawon itu telah saya uraikan jelas kepada nona. Kain India belum dibagikan, tetapi apa yang dilakukan tuan Sulaiman Rasid itu tetap saya sesalkan dan harap dicatat oleh nona.

ADEGAN III

WIRANTA (masuk, kepada Koswara)
Saya bergegas datang kesini, khawatir tuan-tuan sudah pergi.

KOSWARA
Siapa tuan?

SULAIMAN RASID
Tuan Wiranta, ketua ‘Golongan Kedaulatan Islam’

KOSWARA
Apakah keperluan tuan?

WIRANTA
Saya telah menyampaikan surat kepada tuan, tetapi balasannya amat tidak menyenangkan hati kami. Tidak ada satu pun permintaan kami yang tuan penuhi.

KOSWARA
Saya lupa, apakah permintaan tuan itu lagi?

WIRANTA
Pertama supaya kebiasaan ‘Hajat Bumi’ dilanjutkan seperti dulu. Kedua supaya mantra Sukria diganti, karena telah menjalankan hal yang tidak senonoh dengan perempuan salah seorang pegawainya yang kebetulan menjadi anggota kami.

KOSWARA
Saya kira adat yang bertentangan dengan paham agama kita itu telah lama terkubur bersama kepala-kepala kerbau yang sudah busuk ditanam.

WIRANTA
Saya harap tuan suka mengindahkan perasaan orang lain.

KOSWARA
Tuan adalah pemimpin sebuah gerakan Islam yang besar. Menurut hemat saya sewajibnyalah tuan benteras paham yang telah using itu.

WIRANTA
Tidak mudah memberantas paham-paham yang sudah berurat akar itu.

KOSWARA (sebentar melihat ke arah Siti Zahra, lalu kepada Wiranta lagi)
Masyarakat Indonesia baru perlu orang-orang kuat tuan Wiranta, sekalipun masyarakat desa! Saya sendiri merasa betapa kurang kekuatan itu baik dalam rumah tangga sendiri, maupun dalam pekerjaan untuk melaksanakan cita-cita yang besar; mengangkat derajat bangsa kita! Hanya ada orang-orang yang kuat kebiasaan lama yang tidak sesuai dengan zaman itu dapat dihancurkan. Yang baru, yang baru dan segar kita kehendaki, tuan Wiranta. Pergilah ke kota dan bergaulah sedapat mungkin dengan orang-orang yang jauh pemandangannya. Tuan masih muda penuh cita-cita tentu, tetapi cita-cita besar, bukan cita-cita desa!
Saya yakin tuan dapat menanam paham-paham baru itu dalam hati rakyat, karena tuan hidup ditengah rakyat, jangalah tuan berpaham sempit, digulung oleh serba keluhan yang dipandang menjadi satu kewajiban. Perihal mantra Sukria, itu bukan kewajiban tuan, tetapi kewajiban lurah.

WIRANTA
Anggota-anggota menaruh kepercayaan kepada saya.


KOSWARA
Itulah sebabnya saya katakan, tuan dapat menanam paham-paham baru di hati rakyat. Karena tuan dipercayai mereka. Saya sendiri amat sesalkan salah seorang pegawai saya berlaku demikian curang, tetapi saya sesalkan pula, tuan telah kirimkan tembusan-tembusan surat itu kepada ketua perhimpunan tuan di Tasikmlaya, kepada tuan Residen, tuan Bupati sehingga seluruh jagat boleh dikatakan tahu perihal peristiwa itu yang sesungguhnya hal tetek bengek belaka. Tuan Sulaiman Rasid, kalau jawatan kita tidak terlalu banyak diganggu soal-soal tetek bengek itu, pasti lebih pesat lagi majunya.

SULAIMAN RASID
Saya mengerti tuan, tuan Karnadi pun sudah menyindir saya secara demikian.

KOSWARA
Nona Zahra, semuanya sudah lihat di sini. Saya kira tidak ada yang menarik perhatian nona lagi.

WIRANTA
Saya permisi pulang, tuan.

KOSWARA
Kalau bisa perkara mantra yang curang itu baik didamaikan. Cobalah tuan Sulaiman Rasid, tuan berikan nasihat kepada mantra tuan itu. supaya ia meminta maaf. Kalau tak ada jalan lain, terpaksalah menjadi urusan yang harus dilaporkan kepada lurah. Saya merasa saying, karena mantra itu seorang yang baik pekerjaannya.

SULAIMAN RASID
Saya akan bicarakan itu dengan tuan Wiranta

WIRANTA
Baik. Kita selesaikan sekarang juga. Orang-orang yang berkepentingan itu ada di bawahkan?

SULAIMAN RASID
Nanti saja, nona Inspektur dan tuan Arsitek mungkin akan pergi sekarang ke rumah saya.

KOSWARA
Kami bisa jalan sendiri. Baik selesaikan sekarang saja, tuan Sulaiman Rasid.

Sulaiman Rasid dan Wiranta pergi

SITI ZAHRA
Benar juga katamu itu Koswara. Kita terlampau banyak diganggu soal tetek bengek itu!

KOSWARA
Ya, amat sayang, setiap orang anggap dirinya sendiri yang paling penting!

Layar cepat




BABAK III

Pagi. Ruang makan di rumah Koswara yang dipakai juga sebagai ruang penerima tamu. Dari jendela dan pintu belakang nampak pohon cemara dan rupa-rupa tetumbuhan yang terpelihara. Koswara baru selesai makan, Rini duduk merenggut di hadapannya.

ADEGAN I

KOSWARA
Sejak aku pulang tadi malam, tak sedikit pun kau gembira tampaknya.

RINI
Engkau dan aku tentu saja berbeda. Di sini serba dalam kekurangan, di sana dalam sorga kenangan berjalan-jalan di bawah rembulan…

KOSWARA
Sejak nona Zahra di sini, tak habis-habisnya kau cemburu.

RINI
Katakan saja ‘pucuk dicita, ulam pun tiba’! (tertawa mengejek) tidakkah kau gembira bertemu lagi dengan nona yang manis itu? dan sekali ini tidak disertaiku pula! Tentu banyak yang kau curahkan padanya!

KOSWARA
Kenalanku perempuan ada beberapa orang dulu. Tak pernah kau cemburu sekeras ini!?

RINI
Sikapmu pada yang lain itu berbeda.

KOSWARA
Pernahkah aku berlaku tidak senonoh yang menyatakan aku menyimpang dari garis beristri?

RINI
Ya, banyak!

KOSWARA (terperanjat, berdiri)
Sungguh Rini!?

RINI
Pernahkah engkau terhadapku seperti suami-suami lain terhadap istrinya? Pernahkah aku dibawa bersenda gurau, pernahkah aku dibawa bepergian, ya, pernahkah aku dibawa bercerita tentang Lakbok sekali pun?

KOSWARA
Pekerjaanku itu tidak menarik perhatian perempuan, semuanya serba kering.

RINI
Tergantung pada yang menguraikannya. Kepandaian bercerita tidak penting, yang utama ialah hati yang terbuka! Tidak semua dimengerti orang pembicaraanmu, tapi kerianganmu acap menangkap hati. Aku dengar kegembiraanmu, bilaman engkau menerima tamu. Padahal tidak semua tamu itu berpengetahuan pengairan. (berdiri) mengapa, mengapa dapat bergembira engkau dengan yang lain, denganku tidak?

KOSWARA
Telah beberapa kali aku membicarakan pekerjaanku denganmu, tapi di tengah pembicaraan engkau beralih kepada yang lain, maaf menurut hematku yang tetek bengek belaka; si anu diceriakan, si anu dimadu. Apa pentingnya bagiku itu semua?

RINI
Mungkin waktu itu pembicaraanmu terlampau berat, maka pembicaraan kualihkan kepada yang ringan. Tidakkah ada waktu sedikit juga bagiku, sedang sepanjang hari engkau ‘tenggelam’ di rawa itu dan sesudah perang, bertekun pula sampai jauh malam? Kubakar buku-bukumu itu!

KOSWARA
Aku tidak puas dengan pekerjaan biasa Rini, bagi orang lain sesudah kantor ditutup, maka pekerjaan itu selesai. Aku ingin membuat penemuan baru (penuh nafsu, tangan dikepalkan) penemuan baru yang diperlukan masyarakat kita!

RINI
Tidak peduli terhimpit hidup istrimu! Pernah engkau ingin mengetahui menggali saluran di bawah permukaan laut yang berbulan-bulan lamanya. Setelah tercapai, kini ingin penemuan baru pula!

KOSWARA
Adakah pengetahuan itu terbatas, adakah orang-orang yang menuntut pengetahuan itu puas dengan satu penemuan?

RINI
Huh! Kalau aku tahu dahulu macam apa engkau itu!


ADEGAN II

Di ambang pintu, Nampak Karnadi

KOSWARA
Silahkan masuk tuan Karnadi.

KARNADI
Saya dengar laporan kunjungan nona Inspektur bersama tuan ke daerah Sulaiman Rasid. Kagum juga agaknya nona Inspektur itu tentang kegiatan tuan.

KOSWARA (mengangkat jari ke mulutnya serta melihat ke arah istrinya pergi)
Sst…. (sejenak) tuan Karnadi, ada pepatah asing; ada kalanya dating, ada waktunya pula kita pergi. Setahun lebih saya di sini, tibalah saatnya saya pun meninggalkan daerah ini.

KARNADI
Saya kurang mengerti tuan

KOSWARA
Saya akan meninggalkan Lakbok dan pengairan seluruhnya

KARNADI
Tuan yang amat emncintai pekerjaan itu? mustahil tuan.

KOSWARA
Kalau saya meninggalkan pekerjaan ini bukan karena langkah saya meleset, tapi benar-benar nasib yang aku dulu ptak percaya itu. saya keluar dari jawatan karena kekuatan-kekuatan yang di luar saya.

KARNADI
Apa yang hendak tuan kerjakan?

KOSWARA
Pertama, sebuah pekerjaan yang tidak menarik hati saya benar-benar, yang tidak mungkin tertaut jiwa saya di dalamnya. Kedua, yang lebih memberikan keuntungan dari sekarang, karena penghasilanku jauh dari cukup.

KARNADI
Tuan Koswara! Jika tuan tidak pernah jatuh di mata saya, maka jatuhlah tuan pada saat ini. Saya selalu anggap tuan lebih dari majikan. Tuan seorang pemimpin yang tidak pernah disebut. Tuan seorang yang kuat jiwanya. Tuan seorang yang keras juga terhadap pegawai, tapi tuan telah merebut penghargaan juga dari sanubari kami.
Apakah tuan akan melemparkan panggilan hati begitu saja, hendak bernoda pada sesuatu yang suci? Apakah tuan yakin di dalam pekerjaan yang baru itu tuan akan mendapat bahagia yang tak ternilai seperti di pengairan? Apakah tuan yakin, kelak Lakbok itu tidak akan memanggil-manggil hati tuan lagi, sedang waktu penyelidikan sudah terbuang pula oleh pekerjaan baru? Pernah tuan berkata pada saya “piker-pikirlah dahulu tuan Karnadi! Ucapan itu saya ulangi, tuan.

(pergi, diambang pintu dipanggil Koswara)

KOSWARA
Tuan Karnadi, tuan seorang muda yang penuh pengharapan. Kalau saya pergi, mungkin tidak ada arsitek yang memimpin Lakbok ini. Maka terbukalah jalan bagi tuan untuk mengembangkan sayap.

KARNADI
Tuan Koswara saya ulangi perkataan tuan. Apabila salah seorang dari kita pergi, berarti Lakbok ambruk. Putusan terletak di tangan tuan.

KOSWARA
Tuan Karnadi, di dalam pekerjaan bukan saja kepandaian vak yang dibutuhkan, tetapi yang utama pula kekuatan batin masing-masing. Saya ucapkan terima kasih atas ucapan-ucapan itu. saat itu tidak akan saya lupakan.




ADEGAN III

Di luar Nampak Siti Zahra

KOSWARA
Silahkan masuk, nona Zahra.

SITI ZAHRA (masuk)
Saya mengganggu?

KOSWARA
Tidak sekali-kali, nona. Silahkan masuk

SITI ZAHRA
Saya hendak meminta diri pada nyonya

KOSWARA
Jadikah juga nona berangkat hari ini?

(ke Karnadi)

Tuan Karnadi, sebentar lagi saya pergi ke Tasik. Sudilah tuan antarkan nona inspektur ke stasiun. Saya akan panggil istri saya.

KARNADI
Berhasil jugakah nona dalam inspeksi ini?

SITI ZAHRA
Berkat bantuan tuan-tuan semua agak menyenangkan pula.

KARNADI
Bagaimanakah pandangan nona pada umumnya tentang pekerjaan kami?

SITI ZAHRA
Lebih baik daripada jawatan-jawatan lainnya. Korupsi boleh dikatakan minim; buku beres, hanya masih banyak yang tidak selesai pada waktunya. Kantor-kantor pun tampaknya bersih. Hasil dari pekerjaan tuan-tuan saya tak dapat memberikan pendapat, karena saya bukan ahlinya. Perihal yang mengenai pekerjaan saya, ialah buruh, tentu banyak yang tidak menyenangkan; upah tidak cukup, kesehatan banyak terganggu, perumahan pun menyedihkan.

KARNADI
Kita hidup di zaman yang luar biasa.

SITI ZAHRA
Oleh karena itulah saya harap tuan-tuan, supaya lebih memerhatikan buruh. Dengan penukaran Bargas dengan padi itu pun saya lihat usaha tuan-tuan untuk meringankan beban buruh, tetapi pada hemat saya, usaha itu belum cukup juga. Usaha itu dapat diperluas dengan membeli barang-barang keperluan hidup sekaligus misalnya.

KARNADI
Sudah kami jalankan, nona. Kami kirmkan beberapa rombongan ke Cirebon, tetapi hasilnya tidak memadai usaha.


ADEGAN IV

KOSWARA (masuk)
Semua sudah beres nona?

SITI ZAHRA
Sudah. Saya ucapkan terima kasih atas pertolongan tuan-tuan di sini.

KOSWARA
Jika mungkin, kami ingin dikirimkan laporan nona itu

SITI ZAHRA
Tuan akan terima dari departemen

ADEGAN V
Rini masuk, agak kaku menyambut Siti Zahra

KOSWARA
Nona Zahra, silahkan bercakap dengan istri saya. Saya harus pergi. Tuan Karnadi nanti antar kan ke stasiun. Saya ucapkan selamat jalan dan mudah-mudahan departemen mendapatkan cara yang baik untuk mengangkat buruh.

SITI ZAHRA
Saya ucapkan sekali lagi terima kasih atas bantuan tuan-tuan. Agaknya departemen menyesal telah mengirimkan saya ke sini untuk menjalankan penyelidikan atas tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan.

KOSWARA
Itu adalah biasa, nona. Sekali lagi, selamat jalan!

(pada Karnadi)

Tuan Karnadi, turut saya sebentar!?

KARNADI
Ya tuan.

Karnadi pun pamitan pada siti Zahra, koswara dan Karnadi keluar

SITI ZAHRA
Saya ucapkan selamat, nyonya mendapatkan suami seperti tuan Koswara. Ia seorang kuat untuk Negara dan rakyat.

RINI
Lebih kuat lagi jika ia mendapatkan nona sebagai istri.

SITI ZAHRA
Saya, nyonya?

RINI
Ya. Mengapa nona heran amat? Saya tahu hubungan nona dengan suami saya dulu.

SITI ZAHRA
Hubungan saya dengan tuan Koswara tidak lebih dari perkenalan biasa.

RINI
Perkenalan yang menimbulkan semangat berlebih-lebihan.


SITI ZAHRA
Ia amat mencintai pekerjaannya

RINI
Ia membanting tulang, supaya lupa rumah tangganya.

SITI ZAHRA
Tak mungkin nyonya. Ia menceritakan betapa kasih nyonya padanya.

RINI
Ya. Dan kasih itu tenggelam seperti batu dalam lubuk

SITI ZAHRA
Tidak nyonya. Perkawinan dengan nyonya menjadikan renungan baginya untuk memecahkan soal-soal yang sulit bagi kebahagian bangsa seluruhnya.

RINI
Banyak benar yang diketahui nona.

SITI ZAHRA
Sekedar meringankan beban nyonya.

RINI
Hm… beban saya? Bagaimana hendak meringankannya?

SITI ZAHRA
Dia niscaya kembali pada nyonya, bila nyonya suka melepaskan kepercayaan atau tahayul yang tidak disukainya.

RINI
Kepercayaanku? Bukan itu yang menjadi penghalang (berteriak) engkau! Engkau dalam kepalanya. Engkau. Engkau… engkau kataku!

(menjatuhkan kepala di atas meja. Terisak-isak)


SITI ZAHRA (termenung)
Jangan hati diturutkan, nyonya.

RINI
Pergi kataku!

SITI ZAHRA
Saya harap anak nyonya yang pertama ini tidak jadi pemarah.

RINI (terisak, sebentar kemudian mengangkat kepala)
Nona Zahra… (Siti Zahra menghampirinya)
Biarlah Koswara dalam pekerjaannya. Saya berbahagian akan mendapatkan kawan.

ADEGAN VI

KOSWARA (masuk, kaget)
Nona belum pergi? Ada apa?

SITI ZAHRA
Tidak ada apa-apa. Saya sesalkan sangat laku tuan terhadap istri tuan.

RINI (bermuka merah)
Tidak ada yang disesalkan, nona Zahra. Suami saya hidup dalam pekerjaannya dan saya akan bantu.

Siti Zahra heran, kaku.

KOSWARA (heran, riang mengembangkan tangannya)
Rini! Engkau mengerti aku, mengerti aku, Rini? Ah…Rini, istriku.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar